Atasi Serangan Siber di Indonesia, BSSN Percepat Bentuk CSIRT

Meningkatnya serangan siber tidak terlepas dari pesatnya penggunaan teknologi informasi. Badan Siber dan Sandi Negara mencatat Sepanjang Januari-November 2021 terdapat kurang lebih 1 miliar anomali trafik yang dapat dikategorikan sebagai serangan siber di Indonesia.

"Serangan siber yang melanda Indonesia lebih banyak dalam bentuk malware, denial of service atau aktivitas yang mengganggu ketersediaan layanan hingga trojan activity," kata Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen. TNI (Purn) Hinsa Siburian dalam keterangan tertulis, Kamis (16/12/2021).

 

Ia menjelaskan tingginya tingkat pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berbanding lurus dengan risiko dan ancaman keamanannya. Hal tersebut tentu mendorong BSSN RI untuk terus mempercepat pembentukan Computer Security Incident Response Team (CSIRT).

CSIRT merupakan organisasi atau tim yang bertanggung jawab untuk menerima, meninjau, dan menanggapi laporan, dan aktivitas insiden keamanan siber. Menurut Hinsa, pembentukan CSIRT dilakukan untuk membendung serangan siber yang saat ini kiat meningkat.

"CSIRT merupakan salah satu major project yang dijalankan oleh BSSN RI guna memperkuat keamanan siber Indonesia. Pembentukan CSIRT tertuang dalam Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. Saat ini telah terbentuk 50 CSIRT baik di instansi pusat maupun daerah, dari target 121," tambahnya.

 

Hinsa menjelaskan CSIRT terdiri atas CSIRT Nasional, CSIRT Sektoral pada sektor administrasi pemerintahan, energi dan sumber daya mineral, transportasi, keuangan, kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, pangan, pertahanan, sektor lain yang ditetapkan oleh Presiden, serta CSIRT Organisasi.

 

"CSIRT di pemerintah pusat dan daerah merupakan salah satu wujud kolaborasi dan sinergi pengelolaan keamanan ruang siber," jelasnya.